Pengertian dan Hukum Jual Beli

Pengertian dan Hukum Jual Beli

     Manusia diciptakan oleh Allah Swt. sebagai sebagai makhluk sosial. Ia harus berinteraksi dengan manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bentuk interaksi dengan orang lain itu diantaranya adalah jual beli yang sering kita lihat setiap hari. Kebutuhan hidup manusia dikelompokkan dalam dua macam, yaitu kebutuhan pokok dan kebutuhan tambahan. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut, manusia melakukan jual beli. Sejak zaman dahulu manusia telah melakukan jual beli meskipun dengan cara yang sederhana. Bentuk jual beli pada masa lalu dengan tukar menukar barang yang dibutuhkan atau dikenal dengan istilah “Barter”. Seiring dengan perkembangan daya pikir manusia, bentuk jual beli mengalami perubahan dari sekedar tukar menukar barang menjadi menukar barang dengan alat tukar yang disepakati bersama (uang). 
     Rasulullah Muhammad Saw. pernah menjadi pedagang yang sukses. Dalam melakukan jual beli, beliau sangat jujur sehingga sangat dipercaya oleh saudagar kaya yang bernama Siti Khadijah. Kejujuran beliau dalam berdagang justru menarik pembeli untuk membeli barang yang dijual. Banyak sahabat yang mempraktikkan cara beliau berdagang. Di antara sahabat yang berhasil dalam berdagang adalah Usman bin Affan dan Abu Bakar As Shiddiq.
     Pada masa sekarang tempat dan cara berjual beli mengalami perubahan. Jual beli yang kita lakukan sehari-hari menggunakan mata uang sebagai alat tukar yang sah. Dengan uang kita dapat membeli barang yang kita perlukan, namun dalam berbelanja, kita harus pandai berhemat. Ingat, Allah Swt. tidak menyukai orang-orang yang berlebihan. Oleh karena itu, kita harus berhemat dan menerapkan pola hidup sederhana dalam kehidupan sehari-hari.

1. Pengertian Jual Beli
     Jual beli menurut bahasa artinya pertukaran atau saling menukar. Sedangkan menurut pengertian fikih, jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang lain yang sebanding. Jual beli juga dapat diartikan menukar uang dengan barang yang diinginkan. Jual beli dinyatakan sah apabila memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya. Setelah jual beli dilakukan secara sah, barang yang dijual menjadi
milik pembeli sedangkan uang yang dibayarkan pembeli sebagai pengganti harga barang, menjadi milik penjual. 
     Suatu ketika Rasulullah Muhammad Saw. ditanya oleh seorang sahabat tentang pekerjaan yang paling baik. Beliau menjawab, pekerjaan terbaik adalah pekerjaan yang dilakukan dengan tangannya sendiri dan jual beli yang dilakukan dengan baik. Jual beli hendaknya dilakukan oleh pedagang yang mengerti ilmu fiqih. Hal ini untuk menghindari terjadinya penipuan dari ke dua belah pihak. Khalifah Umar bin Khattab, sangat memperhatikan jual beli yang terjadi di pasar. Beliau mengusir pedagang yang tidak memiliki pengetahuan ilmu fiqih karena takut jual beli yang dilakukan tidak sesuai dengan hukum Islam. 
     Pada masa sekarang, cara melakukan jual beli mengalami perkembangan. Di pasar swalayan ataupun mall, para pembeli dapat memilih dan mengambil barang yang dibutuhkan tanpa berhadapan dengan penjual. Pernyataan penjual (ijab) diwujudkan dalam daftar harga barang atau label harga pada barang yang dijual sedangkan pernyataan pembeli (Qabul) berupa tindakan pembeli membayar barang-barang yang diambilnya.

2. Hukum Jual Beli
     Jual beli sudah ada sejak zaman dahulu, walaupun bentuknya berbeda. Jual beli juga dibenarkan dan berlaku sejak zaman Rasulullah Saw. sampai sekarang. Jual beli mengalami perkembangan seiring pemikiran dan pemenuhan kebutuhan manusia. Macam-macam Jual beli yang diterapkan di masyarakat zaman sekarang ini di antaranya adalah:

1. Jual beli barter (tukar menukar barang dengan barang)
2. Money changer (pertukaran mata uang)
3. Jual beli kontan (langsung dibayar tunai)
4. Jual beli dengan cara mengangsur (kredit)
5. Jual beli dengan cara lelang (ditawarkan kepada masyarakat umum untuk mendapat harga tertinggi).

Berbagai macam jual beli tersebut harus dilakukan sesuai hukum jual beli dalam agama Islam. Hukum asal jual beli adalah mubah (boleh). Allah Swt. telah menghalalkan praktik jual beli sesuai ketentuan dan syari’at-Nya.

Dalam Surah al-Baqarah ayat 275 Allah Swt. berfirman:

                                                                     وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

Artinya : ... Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ... (QS. Al-Baqarah [2]:275)

Jual beli yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan syariat agama Islam. Prinsip jual beli dalam Islam, tidak boleh merugikan salah satu pihak, baik penjual ataupun pembeli. Jual beli harus dilakukan atas dasar suka sama suka antar penjual dan pembeli, bukan karena paksaan.
Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 29.

       يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan batil melainkan dengan jalan jual beli suka sama suka di antara kamu.” (QS. An-Nisa [4]:29)

Dalam sebuah hadis Rasulullah Saw. bersabda yang artinya : Dari Abi Sa’id al-Khudri berkata, Rasulullah Saw. bersabda: sesungguhnya jual beli itu didasarkan atas saling meridai.(HR. Ibnu Maajah).

Hukum jual beli ada 4 macam, yaitu:
1. Mubah (boleh), merupakan hukum asal jual beli
2. Wajib, apabila menjual merupakan keharusan, misalnya menjual barang untuk membayar hutang
3. Sunah, misalnya menjual barang kepada sahabat atau orang yang sangat memerlukan barang yang dijual
4. Haram, misalnya menjual barang yang dilarang untuk diperjualbelikan. Menjual barang untuk maksiat, jual beli untuk menyakiti seseorang, jual beli untuk merusak harga pasar, dan jual beli dengan tujuan merusak ketentraman masyarakat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini